Sabtu, 31 Oktober 2009

Air Mata Pena

selesaikanlah semua kerja, termasuk engkau yang tutup usia.
selesaikanlah sampai setitik tanda, termasuk yang mengabarkannya.
selesailah cinta, termasuk yang tak pernah percaya

Oky Sanjaya

Memanjat Sandal

kau tahu, apa yang paling kutakutkan?
memanjat. Setelahnya, tidak ada
kata lain selain jatuh. Coba,
sendainya erat kupegang dahanmu,
aku takkan mati sandal karenamu.
seandainya, ada kata lain selain
jatuh, setelahnya, kau tahu,
apa yang paling kutakutkan? Terbang,
dan tak kembali lagi padamu.

Oky Sanjaya

Menjemur Sandal

seharian ini, kau dan aku,
berpergian. Ziarah. Ke makam
para raja Liwa. Dan kau,
setidaknya lelah menemaniku,
melapangkan jejak jalanku, juga
melancarkan kehati-hatian kita.
sekarang, kau kujemur, setelah
sekian hari terkena air bumi.
resiko, bagian telapak kaki.

Oky Sanjaya

Menuruni Sandal

kita tidak akan celaka.

tetaplah di antara tapal batas keinginan.

kita mengerem. 

Rabu, 07 Oktober 2009

Menimba Sandal

telah kutunjuk tali timbamu, dinda, menentukan dasar hidup kita. 
tidak ada perjalanan yang lebih dalam. Tidak melelahkan. Letakkan.
setelah terasa kepermukaan. Sandingkan. Bulan di atas jalan. Cahaya
di bibir tahan. Mengapa belum juga kau urut tanganku dengan balsam?

Oky Sanjaya

Selasa, 27 Januari 2009

SANDAL SETETES TINTA

aku memilihmu memberkas di atas
secarik kertas. Sengaja atau pun
tak disengaja kubiarkan kau
mengalir menemu arus sendiri
menemu retak celah sendiri
membercak dan membumi. Kubiarkan
kau lebih dulu timbul dari
bulan madu malam hari. Dari
ciuman pertamaku ke pipi pertiwi. 

Jumat, 23 Januari 2009

KETIKA MATAHARI MENJADI

aku tak terpikir ingin mendaki, menginjakan bagianku di rumput teki
dan basah bumi pagi hari. Aku hanya ingin menemuimu, kekasih,
bau kemangi dan dahaga biji selasih. Kembali mengajakmu menebak,
tentang perpisahan di tengah pesta itu. Adakah yang keliru? Adakah yang
terlewatkan? Kita kembali pergi pagi hari, meninggalkan jejak kusut
pada bibir, pada mata dadu, pada lepuh permainan. Ada masa kanak-kanak
malam tadi. ada celah sempit untuk menyipit. ada tawa, jenggot, dan
asap tipis. Dan kabut, tak perlu lagi kau sebut. Dan rumput,
selalu menjejak maut.

Senin, 19 Januari 2009

SANDAL SELEMBAR PASAL

bila waktunya tiba, aku akan kembali padamu, 
bumi. Jadi hara yang lain menemu rusuk 
yang lain. Menjadi urat bagimu, menjadi pasal 
bagi asal. Aku pun tak perlu lagi kau 
beri gravitasi. Telah lengkap syarat jadi 
bagimu pribadi.


Sabtu, 17 Januari 2009

SANDAL SENJA

setelah senja datang, kita kembali melupakan sejenak
apa yang semula tak enak dibicarakan. Tik-tok langkahnya
akan meyakinkan kita tentang malam yang akan tiba.
dan lampu-lampu, seperti biasa, mengabarkan 
kota ini berpenghuni. Ada jejak senja di pipimu, sayang.
ada langkah lelaki yang kau curi.  

2009


Jumat, 09 Januari 2009

SANDAL KERTAS

siapa yang terbilang laku
jadi secarik peristiwa kota Bandar 
ketika sinar bulan menampakan yang tercemar 
dari sudut-sudut gang? Semuanya
seperti cahaya yang berpendar jauh 
dari pelabuhan. Dan kita kembali mengulang
mencatat kapal-kapal merapat
meski kita telah kehilangan tempat 
dua baris lagi dari satu halaman kertas adat.

2009 

SANDAL JAZZ, 2

aku tak ingin peduli dengan baju compang-camping,
halte tempat kemungkinan kita menunggu sesuatu,
bus kota yang telah ditentukan arah tuju. Dan jaket,
akhirnya mau meregang, dari pembelian baru kemarin
membentuk lekuk liku tangan tubuhku. Kita 
mungkin tak perlu lagi mengatakan permisi
tak ada yang mengira-ngira telah diterima atau tidak
sebagai tamu pergi. Aku meninggalkanmu sebentar
mencari penganan – sesuatu yang mungkin layak terpanggang. 

2009

MELETAKAN SANDAL

di mana aku mesti meletakan sandal itu, ketika
yang sempat melirik tak mengira kepunyaannya?
di depan pintu? Tidak. Tidak ada yang mau tahu
kepunyaanku atau kamu. Semestinya kita memberi tanda,
mengukir nama yang (mungkin) tak sama. Kau
seharusnya hilang dengan meninggalkan tanda bukti.

2009




SANDAL JAZZ

tak ada kemewahan di tangkai nada kita, hanya turbulensi
di sekitar dada, pecah dan lapang pintu kita. Tak ada hari baik
untuk merajuk, menggoda kita untuk tertutup. Buka saja,
tak perlu menunggu di balik pintu. Kecuali memang dari tadi
aku tertipu.

2009




MEMANDIKAN SANDAL

kita mungkin telah memilih jalan yang salah
menduduki pekarangan belakang rumah orang
yang juga tak kunjung dipagar, hanya ditandai
beberapa tangkai selasih dan kemangi. Kita
mungkin tergesa-gesa untuk pulang, karena magrib
seperti datang tiba-tiba, masih ada yang belum 
disiangi, masih ada yang belum bersih dicuci.
tapi, “tolong!”, jangan kau maki sandalku yang putus ini.
dia masih layak ditusuk peniti.

2009



PERUT JENDELA

aku mencoba melahirkan kembali apa yang aku punya
menjerit pada kelir bunga malam, mengental dalam suaka tembang.
aku mencoba kembali menarik timba udara, dan berkaca
bahwa air sumur tua merekahkan perut kita.

2009


JANGAN KAU GUNAKAN KEMBANG API DAN PETASAN

jangan kau gunakan kembang api dan petasan,
bila ingin merayakan kehilangan, mereka terlalu cepat 
membuat penghabisan. Mereka terlalu indah untuk 
dilupakan, dan terlalu sukar untuk diberi kejutan.
jangan kau gunakan, tapi telepon aku saja: pemicu reruntuhan.

2009


MENGUNJUNGIMU

budi p hatees

kita kembali mengunjungi plaza, berhenti sejenak, 
menutup tumpukan majalah, gundah, dan lalu-lalang orang.
kita kembali, menduduki lif, berbicara empat mata,
setelah semua saling musuh, saling racun, dan tewas
di bawah senja kota. Kita kembali, bersama tumpukan kata
yang belum juga diberi arah bicara, padma
dari keculasan beberapa tema. Kita cuma iseng, 
dan jalan-jalan saja.

2009

MENYISIR

kau sudah selesai berkaca-kaca, memalingkan wajahmu 
ke kembang api, ke bintang polaris itu. Atau yang lebih 
jauh lagi. Kau (mungkin) sudah selesai berkaca-kaca,
di situ, antara carut-marut petasan, setia dan kawan,
jagung dan ikan bakar, asap dan wangi dupa.

2009


BELAJAR MENERIMA KEKURANGAN

setelah kau putuskan untuk terputus aku berharap 
tak tertinggal lagi di cincin tiraimu, seperti lampau,
beku dan tersudutkan. Apa lagi kini, tubuhku 
tak mampu menjangkau, meluruskan segala tirai
dari cahaya yang menyengat. Dan selagi ini
terlukiskan, sebaiknya engkau mengantikan aku
dengan tali yang lebih panjang.

2008



SANDAL KANAN

kita tidak mungkin meninggalkan sandal ini. Kehilangan kawan
yang serba menatap kiri sama arti dengan cacat terpikul sendiri.
tunjukan rasa hormat abdi, meski disertasinya tentang jalan dan lahan
bukan milik pribadi. Kita meski mencari si kiri. Tapi, kekasihku,
mencuri adalah konsekuensi.  

2008




MENGIKAT PINGGUL GORDEN

cahaya apalagi yang kau persilahkan masuk
bukankah sejak tadi kita tak mematikan lampu,
mematikan gigi palsu? Apakah kau tak ingin ikut
melihat rembulan? Tidak. Aku takut cemburu.

2008

MENDAKI SANDAL

kita memutuskan keluar rumah. Aku dari pintu depan, dan kau
dari pintu dapur. Tak ada yang memilih pingsan atau kejang.
tak ada yang memilih “pecahkan!”. Tanpa membanting, 
kita memutuskan keluar, dan tak ada yang dibuat tergesa, 
sandal terpakai seperti biasa menutup separuh ketelanjangan kaki kita
menutup luput dunia, khusuk dalam membran telinga.

2008


BILA SANDALKU TELAH TIBA

bila sandalku telah tiba, dinda, hadapi saja_dunia yang serba ingin
tetap tertulis bersih. Sebagai tamu, nantinya kau akan mengerti pergi. 
beranjak dari sekian tema, dari sekian kepiting kembara. Tak ada
salak anjing malam ini. Purnama belum tiba. Reranting mangga
tak terdengar patah di ujung seketika. Kecuali bila kau anggap 
ini setia.

2008